1. Antara Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan
Jakarta kini
bukan hanya membuat para pengurus pemerintahan saja yang pusing, namun jutaan
dari penduduk yang memadati kota ini juga. Masalah yang sama selalu saja
muncul, banjir, macet, kriminalitas, transportasi yang tidak layak, dll. Kota
metropolitan ini memang sejak dulu menjadi magnet bagi para pencari nafkah dari
seluruh Indonesia. Hampir semuanya beranggapan bahwa Jakarta dapat menjadi
lahan penghidupan. Hal ini mengakibatkan jumlah orang yang tinggal di daerah
semakin sedikit.
Di lain sisi,
Jakarta yang hanya memiliki lahan yang terbatas ini menjadi semakin sempit.
Bayangkan jika setiap tahun orang dari pedesaan berbondong-bondong datang dan
tidak memiliki tempat tinggal, hanya sekedar mencari keberuntungan di kota ini,
kondisi Jakarta hanya akan semakin tidak terurus. Bisa dikatakan Jakarta sudah
menangis saat ini.
PROBLEMA MASYARAKAT DI INDONESIA
Problema
masarakat saat ini bermacam-macam, contoh kasus :
Sering kali
permasalahan yang timbul merupakan dampak dan hasil dari perebutan kepentingan
masing-masing individunya. Yang berkaitan dengan harta, kedudukan/jabatan,
kehormatan, dan lain sebagainya. Katakanlah kesenjangan dalam sistem pengupahan
tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikannya. Karena biaya pendidikan yang
cukup mahal, membuat kalangan masyarakat bawah tidak dapat mengenyam pendidikan
yang lebih tinggi. Hal ini dipicu dari masalah keuangan pada keluarga
masing-masing individu.
Dalam hal
konflik dari media massa, pemberitaan dari media yang terlalu bersemangat dan
menyajikan peristiwa terlalu telanjang membuat orang bisa salah memahami
persoalan. Inti persoalan terletak pada buruknya komunikasi. Pemprov seharusnya
menyadari bahwa isu yang mereka tangani adalah isu yang sensitive. Termasuk
terlebih dahulu memperbaiki lokasi makan sebelum akan melakukan penataan.
Biar
bagaimanapun sebuah Negara harus berjalan dengan baik karena dengan itulah
rakyat dapat meraih kehidupan yang lebih baik. Agar suatu Negara dapat berjalan
baik dibutuhkan pemerintahan yang juga berfungsi baik. Berfungsi untuk
mengarahkan sambil menghargai mereka yang berbuat baik dan sebaliknya menghukum
mereka yang jelas berbuat salah. Sekarang ini keadaan cenderung menjadi cair
karena kurangnya keberanian untuk bersikap tegas. Hanya demi menjaga perasaan,
kita sering kali membiarkan ketidakbenaran terus berlangsung.
BUDAYA MENYIMPANG
Pada
kenyataannya, yang menjadi masalah bagi banyak orang sepertinya bukan budaya
itu punya kontribusi besar atau kecil atas peningkatan kinerja. Namun adanya
pola-pola praktek atau kebiasaan atau budaya kerja yang menyimpang. Menyimpang
dari nilai-nilai dasar, menyimpang dari asumsi-asumsi logis atau menyimpang
dari keyakinan atau menyimpang dari prosedur / pelajaran tertentu yang kita
peroleh dari pengalaman. Satu dari penyimpangan itu, misalnya, para pendiri
sudah menggariskan nilai-nilai dasar yang super fantastis luhurnya, seperti:
kejujuran, tanggung jawab, peduli pelanggan, dan lain-lain, tetapi prakteknya
adalah ketidakjujuran, lari dari tanggung jawab atau ketidakpedulian.
Penyimpangan
yang kerap terjadi itulah yang oleh para ahli dikatakan bahwa budaya itu bukan
pernyataan nilai-nilai yang kita tulis di tembok organisasi, bukan kalimat yang
kita cantumkan di bawah logo, bukan jargon yang kita ucapkan di dalam rapat,
tetapi yang kita buktikan dalam praktek atau "How we do things around
here". Masalah penyimpangan antara konsep yang kita nyatakan dengan
praktek yang kita buktikan ini memang masalah klasik manusia.
Mengatasi Penyimpangan
1. Prioritas
terhadap suatu masalah
Jenis penyimpangan
seperti apa yang sudah benar-benar bertentangan dengan nilai-nilai, asumsi,
keyakinan atau pengalaman hidup kita. Karena penyimpangan itu pasti banyak
kalau dicari apalagi dicari-cari, maka sebaiknya kita perlu membuat prioritas
penyelesaian penyimpangan.
2.
Konseptualisasi (Terkonsep)
Agar kemauan
kita itu menjadi pemahaman bersama, kita perlu mengkonsepkannya, menyatakannya
dalam bentuk pedoman yang bisa dipahami orang lain. Beberapa organisasi memang
telah memiliki rumusan tertulis dari nilai-nilai yang diinginkan untuk terwujud
dalam praktek. Tetapi ini masih banyak juga yang belum memiliki.
3. Membuka/membuat
fasilitas dan peluang pembelajaran
Budaya
menyimpang, perlu diluruskan melalui proses belajar yang benar agar hasilnya
benar. Esensi mendasar dari prinsip pembelajaran ini adalah memperbaiki keadaan
(mengubah ke arah yang lebih baik) dengan cara melakukan sesuatu (proses)
berdasarkan masalah yang muncul dengan berbagai cara yang mungkin. Intinya,
kita tidak melihat penyimpangan budaya yang terjadi sebagai sebuah kesimpulan
akhir, melainkan sebagai sebuah proses untuk diperbaiki. Kita tidak melihat
penyimpangan sebagai penyimpangan tetapi sebagai isyarat untuk melakukan perubahan
dan pengembangan.
Ref :
http://forum.kompas.com/megapolitan/33323-masalah-utama-jakarta-meledaknya-jumlah-penduduk.html
No comments:
Post a Comment